Kamis, 14 November 2013

praktikum kimia anorganik

A.    

Kromatografi adalah prinsip pemisahan campuran senyawa atas komponen-komponen berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen di antara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Perbedaan kecepatan perpindahan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing komponen untuk diserap (adsorpsi) atau perbedaan distribusi di antara dua fasa yang tidak bercampur (partisi). (Tim Dosen Kimia Organik, 2012: 39).

Fase diam (stationary phase) merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam dapat berupa bahan atau porous (berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapisi pada padatan pendukung (Denikrisna, 2010).

Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit dapat bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap (volatile) (Denikrisna, 2010).

Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan sebagai berikut; (a) kecenderungan  molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan; (b) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melekat pada permukaan padatan halus (adsorpsi=penyerapan); (c) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara kimia (penukar ion). Komponen yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara melarut di dalamnya, teradsorpsi, atau bereaksi secara kimia (penukar ion). Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi  (analisis kualitatif), penetapan kadar (analisis kuantitatif), dan pemurnian suatu senyawa (pekerjaan preparatif) (Soebagio, 2000:54).

Kromatografi kolom adalah merupakan pilihan yang baik jika ingin memisahkan campuran senyawa yang masih dalam bentuk ekstrak. Alasannya adalah lebih murah dan tidak memakan waktu yang lama. Hasil dari pemisahan menggunakan kolom kromatografi  ini bisa berupa fraksi-fraksi yang masih berupa campuran, dan bisa juga menghasilkan senyawa yang telah murni. Kadang kala hanya dengan menggunakan kolom kromatografi, target pemisahan campuran telah berhasil dilakukan tapi akan mengalami kesulitan jika campuran yang akan dipisahkan itu jumlahnya sedikit, karena ada kecenderungan campuran tersebut akan tertinggal pada fase diam (Ismiarni, 2010).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada dasarnya sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni diguankannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. (Soebagio, 2000:85).

Teknik KLT dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schaiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. (Khopkar, 2010: 164).

Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silica gel, tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselguhr juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, dispersi koloid plastik, silica terhidarsi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapisan tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2010:164).

Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan dimurnikan, pertama-tama yang harus kita tentukan dahulu golonannya, kemudian barulah ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan senyawa tersebut harus diperiksa dengan cermat, artinya senyawa harus membentuk bercak tunggal dalam beberapa system KLT dan/atau KKt. Golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf, dan ciri spektrum UV. Identifikasi lengkap dalam golongan senyawa bergantung pada pengukuran sifat atau cirri lain, yang kemudian dibandingkan dengan data dalam pustaka. (Harborne, 1987:20).

Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerapkali, noda tidak berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan dengan cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna tertentu. (Soebagio, 2000:87).

D.    ALAT DAN BAHAN

1.      Alat

a.       Kolom vakum

b.      Botol Chember

c.       Pipet tetes

d.      Corong biasa

e.       Pipa kapiler

f.       Botol vial

g.      Gelas kimia

h.      Cawan porselin

i.        Batang pengaduk

j.        Spatula

k.      Mistar

l.        Pensil

m.    Masker

n.      Kasa dan kaki tiga

o.      Cutter

p.      Bunsen dan korek gas

2.      Bahan

a.       Silica gel

b.      Kristal iod

c.       Kloroform

d.      Plat KLT

e.       Metanol

f.       Aquades (H2O)

g.      Sampel/ekstrak

E.     CARA KERJA

1.      Mencuci peralatan yang digunakan dan mengeringkannya. Botol vial, kolom flash, dan gelas kimia dikeringkan di dalam oven.

2.      Menimbang cawan poeselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.

3.      Melakukan impregnasi sampel dan silica dengan perbandingan 1:3.

4.      Memasang alat yang digunakan untuk kromatografi kolom dengan baik.

5.      Memasukkan kloroform ke dalam kolom kemudian memasukkan silica gel kemudian kloroform, silica gel dan kloroform hingga masing-masing mencapai tinggi 4 cm. Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit dan mengusahakan kloroform berada di atas.

6.      Melarutkan hasil impregnasi ke dalam methanol beberapa tetes kemudian memasukkannya ke dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.

7.      Memperhatikan proses yang terjadi di dalam kolom. Setelah kolom dibuka, menampung fraksi-fraksi yang keluar dari kolom dan memisahkan fraksi setelah mencapai 20 mL. Fraksi diberi nama I, II, III, dan seterusnya.

8.      Menambahkan metanol ke dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.

9.      Menampung fraksi-fraksi dan memperhatikan proses di dalam kolom hingga larutan di dalam kolom habis.

10.  Menyiapkan plat KLT dengan menarik garis lurus dari kiri ke kanan dengan batas bawah 1 cm dan bagian atas juga 1 cm, kemudian memberi titik-titik dengan jarak 1 cm.

11.  Membakar ujung-ujung pipa kapiler untuk mendapatkan lubang yang sangat kecil.

12.  Menotolkan tiap fraksi ke satu titik pada plat KLT dan memberinya nama, kemudian mengeringkannya.

13.  Memasukkan kloroform ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan fraksi-fraksi, tidak melebihi batas atas pelarut.

14.  Mengeringkan plat KLT kemudian memasukkannya ke dalam gelas kimia yang berisi kristal iod, menutup dengan aluminium foil dan memanaskannya hingga mengeluarkan asap.

15.  Mendinginkan dan membersihkan plat KLT hingga noda tampak jelas, kemudian menghitung nilai Rf.

F.      HASIL PENGAMATAN

No.

Perlakuan

Pengamatan

1.




2.





3.





4.




5.




6.



7.

Menimbang cawan porselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.



Impreknasi sampel dan silica gel perbandingan 1:3




Fase gerak kloroform





Fase gerak metanol




Memasukkan metanol ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan fraksi-fraksi.

Memasukkan plat KLT ke dalam gelas kimia yang berisi Kristal iod, menutup dan memanaskannya.

Rf =

Cawan porselin = 38,1 g

Ekstrak = 0,3 g

Gelas kimia = 43,0 g

Silica gel = 0,9 g

-     Sebelum dicampur

Warna silica gel = putih

Warna ekstrak = hitam

-     Setelah dicampur

Warna silica dan ekstrak: hijau

Menghasilkan 4 fraksi

Fraksi (1): bening

Fraksi (2): keruh kehijauan

Fraksi (3): bening kekuningan

Fraksi (4): bening kekuningan

Menghasilakan 3 fraksi

Fraksi (1): hitam kehijauan

Fraksi (2): hijau kekuningan

Fraksi (3): kuning kecoklatan


Tampak pergerakan noda



Terlihat uap iodine dan terlihat adanya penampakan noda.


1.     

2.     

3.     

4.     

5.     

6.     

7.     


G.    ANALISIS DATA

Diketahui: jarak pelarut = 4,0 cm

                     Jarak noda1 = 2,8 cm

                     Jarak noda2 = 2,6 cm

                     Jarak noda3 = 2,0 cm

                     Jarak noda4 = 1,7 cm

                     Jarak noda5 = 2,7 cm

                     Jarak noda6 = 2,0 cm

                     Jarak noda7 = 1,5 cm

Ditanyakan: Rf = ……..?

Penyelesaian:

H.    PEMBAHASAN

Penimbangan cawan porselin dan gelas kimia dilakukan di awal percobaan kromatografi ini untuk mengetahui massa ekstrak dan silica gel. Caranya, ekstrak dimasukkan dalam cawan porselin dan ditimbang, hasilnya dikurangi massa cawan porselin, itulah massa ekstrak. Cara yang sama dilakukan pada silica gel yang ditempatkan pada gelas kimia.

Fase diam pada kromatografi kolom adalah silica gel dan fase geraknya adalah hasil impregnasi antara ekstrak dan silica gel. Perbandingan antara ekstrak dan silica gel adalah 1:3. Hasil impregnasi ini kemudian dilarutkan dengan sedikit metanol agar mudah diidentifikasi. Sebelum dicampur, silika berwarna putih dan ekstrak berwarna hitam. Setelah dicampur, warnanya menjadi hijau. Silika gel digunakan sebagai fase diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa organic pada kolom. Ekstrak dan metanol merupakan senyawa organik polar yang akan diidentifikasi penyusun dan warnanya.

Ketika kolom tidak ditambahkan metanol, ekstrak membutuhkan waktu lama untuk menuruni kolom (proses fraksinasi lama), tetapi ketika ditambahkan metanol komponen-komponen ekstrak sangat sangat cepat menuruni kolom. Hal ini terjadi karena perbedaan kepolaran antara metanol dan kloroform, dimana metanol lebih polar daripada kloroform sehingga metanol mempunyai kemampuan berikatan lebih besar dengan ekstrak. Ini berarti kloroform harus dijerap secara kuat pada silika gel dibandingkan dengan metanol sehingga metanol lebih dahulu menuruni kolom. Fase gerak kloroform menghasilkan 4 fraksi. Fraksi pertama berwarna kuning, kedua berwarna keruh kehijauan, ketiga berwarna bening kekuningan, dan keempat warna bening kekuningan. Sedangkan pada fase gerak metanol menghasilkan 3 fraksi, yaitu fraksi pertama berwarna hitam kehijauan, kedua hijau kekuningan, dan ketiga kuning kecoklatan.

Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan penotolan fraksi-fraksi pada plat KLT dengan ukuran sekecil mungkin agar noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Fraksi yang telah ditotolkan tersebut dimasukkan ke dalam botol Chember yang berisi kloroform. Kloroform digunakan sebagai pelarut untuk mendeteksi noda karena ketika senyawa organik dijerap oleh kloroform pada plat, untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti dimana semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa organik dan metanol mempunyai kepolaran yang hampir sama karena semakin dekat kepolaran antara sampel dan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fasa gerak. KLT ini merupakan salah satu kromatografi yang berdasarkan proses adsorpsi, dimana fase diamnya adalah plat KLT yang ditotoli senyawa organic (fraksi) dan fase geraknya adalah kloroform.

Plat KLT yang telah dirambatkan dan dikeringkan nodanya, dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dipanaskan. Gelas kimia tersebut berisi Kristal iod, dan ketika Kristal iod menghasilakn uap, pemanasan dihentikan untuk menghindari uap yang sangat  banyak yang dapat merusak warna noda (noda tidak terlalu jelas karena uap iod terlalu jenuh). Kristal iod tersebut digunakan untuk mengidentifikasi warna noda pada plat karena uap Kristal iod bereaksi dengan komponen yang terpisahkan dan terlihat seperti noda-noda kecoklatan. Pada percobaan yang telah dilakukan, terjadi kesalahan pada percobaan karena pemanasan yang terlalu lama sehingga noda tidak terlihat pada percobaan plat KLT pertama yang mengidentifikasi warna noda pada fraksi 1, 2, 3, dan 4. Oleh sebab itu, proses KLT tersebut diulangi sehingga didapatkan Rf dari tiap-tiap noda, yaitu dari noda 1 sampai 7 masing-masing secara berturut-turut adalah 0,7; 0,65; 0,5; 0,43; 0,67; 0,5; dan 0,37.

I.       KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

a.       Teknik kromatografi kolom berdasarkan terapan atau adsorpsi jenis fasa yang digunakan, dimana fasa diam berupa adsorben yang tidak boleh larut dalam fasa gerak dengan menggunakan kolom dengan penambahan fasa gerak, ditampung, dipisahkan, dan diidentifikasi. Sedangkan teknik kromatografi lapis tipis berdasarkan cepat rambat suatu noda dengan lapisan tipis.

b.      Prinsip dasar dari kromatografi yaitu memisahkan suatu zat berdasarkan atas distribusi sampel di antara dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam.

2.      Saran

Praktikan seharusnya lebih berhati-hati, cermat, dan tidak ceroboh dalam melaksanakan percobaan agar mendapat hasil yang baik dan menghindari kesalahan.




DAFTAR PUSTAKA

Denikrisna. 2010. Kromatografi. denikrisna. wordpress.com/category/bakul/ kromatografi/. Diakses pada 25 April 2012.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Bandung .

Ismiarni. 2010. Kromatografi (Dasar). alamlearning.blogspot.com/search/label/ chromatography. Diakses pada 25 April 2012.

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.

Tim Dosen Kimia Organik. 2012. Penuntun Kimia Organik I. Makassar: Laboratorium FMIPA UNM.




LAMPIRAN

Pertanyaan:

1.      Sarankan suatu teknik penggunaan kromatografi lapis tipis untuk memperoleh senyawa murni (preparatif)!

Jawaban:

a.       Menyiapkan niaga dalam plat yang besar agar mudah ditotoli dan memberikannya penyerat (silika gel).

b.      Membuat lapisan preparatif sekitar 1-1,5 mm kemudian melakukan pengentalan dengan menambahkan penyerat lebih banyak ke dalam lumpur dan mengeringkannya pada suhu kamar sebelum diaktifkan pada suhu 1000 C selama 1 jam.

c.       Melakukan penotolan dengan menyebarkan larutan cuplikan yang volumenya agak besar, berbentuk pipa seragam yang tipis, lalu dikembangkan dengan apa saja yang mempunyai titik didih 50-90o C.

d.      Mengukur cuplikan dengan memasukkannya ke suatu dalam gelas preparat berukuran 20 cm dengan tebal 1 cm.

e.       Sebelum mengembangkan bejana harus dijenuhkan lalu untuk menampakkan noda dengan menempelkan selolin pada pita cuplikan kemudian hasilnya dipakai untuk menentukan pita pada lapisan.

f.       Pita penjerat diharapkan mengandung komponen campuran murni yang kemudian dikerok dari plat kaca dengan spatula, silet atau pengaduk karat pipih biasanya ditampung dengan kertas lilin atau lembaran logam tipis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar