A.
JUDUL
PERCOBAAN
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
B.
TUJUAN
PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa harus mengerti
mengenai:
1.
Teknik-teknik
dasar kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis.
2.
Prinsip
dasar dari kromatografi.
C.
LANDASAN
TEORI
Kromatografi
adalah prinsip pemisahan campuran senyawa atas komponen-komponen berdasarkan
perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen di antara dua fasa yaitu
fasa diam dan fasa gerak. Perbedaan kecepatan perpindahan tersebut dapat
disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing komponen untuk diserap
(adsorpsi) atau perbedaan distribusi di antara dua fasa yang tidak bercampur
(partisi). (Tim Dosen Kimia Organik, 2012: 39).
Fase diam (stationary phase) merupakan salah satu
komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena adanya
interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan
terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam dapat berupa bahan atau porous
(berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapisi pada
padatan pendukung (Denikrisna, 2010).
Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit
dapat bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini
tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya
dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap (volatile) (Denikrisna,
2010).
Dalam proses
kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan sebagai berikut; (a)
kecenderungan molekul-molekul komponen
untuk melarut dalam cairan; (b) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk
melekat pada permukaan padatan halus (adsorpsi=penyerapan); (c) kecenderungan
molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara kimia (penukar ion). Komponen
yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus mempunyai kemampuan
untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara melarut di dalamnya,
teradsorpsi, atau bereaksi secara kimia (penukar ion). Pemisahan terjadi
berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil
pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif), penetapan kadar
(analisis kuantitatif), dan pemurnian suatu senyawa (pekerjaan preparatif)
(Soebagio, 2000:54).
Kromatografi
kolom adalah merupakan pilihan yang baik jika ingin memisahkan campuran senyawa
yang masih dalam bentuk ekstrak. Alasannya adalah lebih murah dan tidak memakan
waktu yang lama. Hasil dari pemisahan menggunakan kolom kromatografi ini bisa berupa fraksi-fraksi yang masih
berupa campuran, dan bisa juga menghasilkan senyawa yang telah murni. Kadang
kala hanya dengan menggunakan kolom kromatografi, target pemisahan campuran
telah berhasil dilakukan tapi akan mengalami kesulitan jika campuran yang akan
dipisahkan itu jumlahnya sedikit, karena ada kecenderungan campuran tersebut
akan tertinggal pada fase diam (Ismiarni, 2010).
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) pada dasarnya sangat mirip dengan kromatografi kertas,
terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media
pemisahnya, yakni diguankannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada
papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis
adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. (Soebagio,
2000:85).
Teknik KLT
dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schaiber. Adsorbent dilapiskan pada
lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan
merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga
sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan
dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali
senyawa-senyawa yang terpisahkan. (Khopkar, 2010: 164).
Biasanya
yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silica gel, tetapi
kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselguhr juga dapat digunakan.
Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji,
dispersi koloid plastik, silica terhidarsi. Untuk meratakan pengikat dan zat
pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia
kromatografi lapisan tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah
terlapisi, kromatotube dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus
terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2010:164).
Pada
identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan, pertama-tama yang harus kita tentukan dahulu golonannya, kemudian
barulah ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan
senyawa tersebut harus diperiksa dengan cermat, artinya senyawa harus membentuk
bercak tunggal dalam beberapa system KLT dan/atau KKt. Golongan senyawa
biasanya dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf,
dan ciri spektrum UV. Identifikasi lengkap dalam golongan senyawa bergantung
pada pengukuran sifat atau cirri lain, yang kemudian dibandingkan dengan data
dalam pustaka. (Harborne, 1987:20).
Deteksi noda
KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas karena dapat
digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerapkali, noda tidak berwarna
atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan dengan
cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi
dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan
membentuk warna-warna tertentu. (Soebagio, 2000:87).
D.
ALAT DAN
BAHAN
1.
Alat
a.
Kolom vakum
b.
Botol
Chember
c.
Pipet tetes
d.
Corong biasa
e.
Pipa kapiler
f.
Botol vial
g.
Gelas kimia
h.
Cawan
porselin
i.
Batang
pengaduk
j.
Spatula
k.
Mistar
l.
Pensil
m.
Masker
n.
Kasa dan
kaki tiga
o.
Cutter
p.
Bunsen dan
korek gas
2.
Bahan
a.
Silica gel
b.
Kristal iod
c.
Kloroform
d.
Plat KLT
e.
Metanol
f.
Aquades (H2O)
g.
Sampel/ekstrak
E.
CARA KERJA
1.
Mencuci
peralatan yang digunakan dan mengeringkannya. Botol vial, kolom flash, dan
gelas kimia dikeringkan di dalam oven.
2.
Menimbang
cawan poeselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.
3.
Melakukan
impregnasi sampel dan silica dengan perbandingan 1:3.
4.
Memasang
alat yang digunakan untuk kromatografi kolom dengan baik.
5.
Memasukkan
kloroform ke dalam kolom kemudian memasukkan silica gel kemudian kloroform,
silica gel dan kloroform hingga masing-masing mencapai tinggi 4 cm. Penambahan
dilakukan sedikit demi sedikit dan mengusahakan kloroform berada di atas.
6.
Melarutkan
hasil impregnasi ke dalam methanol beberapa tetes kemudian memasukkannya ke
dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.
7.
Memperhatikan
proses yang terjadi di dalam kolom. Setelah kolom dibuka, menampung
fraksi-fraksi yang keluar dari kolom dan memisahkan fraksi setelah mencapai 20
mL. Fraksi diberi nama I, II, III, dan seterusnya.
8.
Menambahkan
metanol ke dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.
9.
Menampung
fraksi-fraksi dan memperhatikan proses di dalam kolom hingga larutan di dalam
kolom habis.
10. Menyiapkan
plat KLT dengan menarik garis lurus dari kiri ke kanan dengan batas bawah 1 cm
dan bagian atas juga 1 cm, kemudian memberi titik-titik dengan jarak 1 cm.
11. Membakar
ujung-ujung pipa kapiler untuk mendapatkan lubang yang sangat kecil.
12. Menotolkan
tiap fraksi ke satu titik pada plat KLT dan memberinya nama, kemudian
mengeringkannya.
13. Memasukkan
kloroform ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan
fraksi-fraksi, tidak melebihi batas atas pelarut.
14. Mengeringkan
plat KLT kemudian memasukkannya ke dalam gelas kimia yang berisi kristal iod,
menutup dengan aluminium foil dan memanaskannya hingga mengeluarkan asap.
15. Mendinginkan
dan membersihkan plat KLT hingga noda tampak jelas, kemudian menghitung nilai
Rf.
F.
HASIL
PENGAMATAN
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Menimbang
cawan porselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.
Impreknasi
sampel dan silica gel perbandingan 1:3
Fase gerak
kloroform
Fase gerak
metanol
Memasukkan
metanol ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan
fraksi-fraksi.
Memasukkan
plat KLT ke dalam gelas kimia yang berisi Kristal iod, menutup dan
memanaskannya.
Rf =
|
Cawan
porselin = 38,1 g
Ekstrak = 0,3
g
Gelas
kimia = 43,0 g
Silica gel
= 0,9 g
-
Sebelum
dicampur
Warna
silica gel = putih
Warna
ekstrak = hitam
-
Setelah
dicampur
Warna
silica dan ekstrak: hijau
Menghasilkan
4 fraksi
Fraksi
(1): bening
Fraksi
(2): keruh kehijauan
Fraksi
(3): bening kekuningan
Fraksi
(4): bening kekuningan
Menghasilakan
3 fraksi
Fraksi
(1): hitam kehijauan
Fraksi
(2): hijau kekuningan
Fraksi
(3): kuning kecoklatan
Tampak
pergerakan noda
Terlihat
uap iodine dan terlihat adanya penampakan noda.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
G.
ANALISIS
DATA
Diketahui: jarak pelarut = 4,0 cm
Jarak noda1
= 2,8 cm
Jarak noda2
= 2,6 cm
Jarak noda3
= 2,0 cm
Jarak noda4
= 1,7 cm
Jarak noda5
= 2,7 cm
Jarak noda6
= 2,0 cm
Jarak noda7
= 1,5 cm
Ditanyakan:
Rf = ……..?
Penyelesaian:
H.
PEMBAHASAN
Penimbangan
cawan porselin dan gelas kimia dilakukan di awal percobaan kromatografi ini
untuk mengetahui massa ekstrak dan silica gel. Caranya, ekstrak dimasukkan
dalam cawan porselin dan ditimbang, hasilnya dikurangi massa cawan porselin,
itulah massa ekstrak. Cara yang sama dilakukan pada silica gel yang ditempatkan
pada gelas kimia.
Fase diam
pada kromatografi kolom adalah silica gel dan fase geraknya adalah hasil impregnasi
antara ekstrak dan silica gel. Perbandingan antara ekstrak dan silica gel
adalah 1:3. Hasil impregnasi ini kemudian dilarutkan dengan sedikit metanol
agar mudah diidentifikasi. Sebelum dicampur, silika berwarna putih dan ekstrak
berwarna hitam. Setelah dicampur, warnanya menjadi hijau. Silika gel digunakan
sebagai fase diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi
dengan senyawa-senyawa organic pada kolom. Ekstrak dan metanol merupakan
senyawa organik polar yang akan diidentifikasi penyusun dan warnanya.
Ketika kolom
tidak ditambahkan metanol, ekstrak membutuhkan waktu lama untuk menuruni kolom
(proses fraksinasi lama), tetapi ketika ditambahkan metanol komponen-komponen
ekstrak sangat sangat cepat menuruni kolom. Hal ini terjadi karena perbedaan
kepolaran antara metanol dan kloroform, dimana metanol lebih polar daripada
kloroform sehingga metanol mempunyai kemampuan berikatan lebih besar dengan
ekstrak. Ini berarti kloroform harus dijerap secara kuat pada silika gel
dibandingkan dengan metanol sehingga metanol lebih dahulu menuruni kolom. Fase
gerak kloroform menghasilkan 4 fraksi. Fraksi pertama berwarna kuning, kedua
berwarna keruh kehijauan, ketiga berwarna bening kekuningan, dan keempat warna
bening kekuningan. Sedangkan pada fase gerak metanol menghasilkan 3 fraksi,
yaitu fraksi pertama berwarna hitam kehijauan, kedua hijau kekuningan, dan
ketiga kuning kecoklatan.
Pada
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan penotolan fraksi-fraksi pada plat KLT
dengan ukuran sekecil mungkin agar noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam.
Fraksi yang telah ditotolkan tersebut dimasukkan ke dalam botol Chember yang
berisi kloroform. Kloroform digunakan sebagai pelarut untuk mendeteksi noda
karena ketika senyawa organik dijerap oleh kloroform pada plat, untuk sementara
waktu proses penjerapan berhenti dimana semakin kuat senyawa dijerap, semakin
kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa organik dan metanol
mempunyai kepolaran yang hampir sama karena semakin dekat kepolaran antara sampel
dan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fasa gerak. KLT ini merupakan
salah satu kromatografi yang berdasarkan proses adsorpsi, dimana fase diamnya
adalah plat KLT yang ditotoli senyawa organic (fraksi) dan fase geraknya adalah
kloroform.
Plat KLT
yang telah dirambatkan dan dikeringkan nodanya, dimasukkan ke dalam gelas kimia
dan dipanaskan. Gelas kimia tersebut berisi Kristal iod, dan ketika Kristal iod
menghasilakn uap, pemanasan dihentikan untuk menghindari uap yang sangat banyak yang dapat merusak warna noda (noda
tidak terlalu jelas karena uap iod terlalu jenuh). Kristal iod tersebut
digunakan untuk mengidentifikasi warna noda pada plat karena uap Kristal iod
bereaksi dengan komponen yang terpisahkan dan terlihat seperti noda-noda kecoklatan.
Pada percobaan yang telah dilakukan, terjadi kesalahan pada percobaan karena
pemanasan yang terlalu lama sehingga noda tidak terlihat pada percobaan plat
KLT pertama yang mengidentifikasi warna noda pada fraksi 1, 2, 3, dan 4. Oleh
sebab itu, proses KLT tersebut diulangi sehingga didapatkan Rf dari tiap-tiap
noda, yaitu dari noda 1 sampai 7 masing-masing secara berturut-turut adalah
0,7; 0,65; 0,5; 0,43; 0,67; 0,5; dan 0,37.
I.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Teknik
kromatografi kolom berdasarkan terapan atau adsorpsi jenis fasa yang digunakan,
dimana fasa diam berupa adsorben yang tidak boleh larut dalam fasa gerak dengan
menggunakan kolom dengan penambahan fasa gerak, ditampung, dipisahkan, dan
diidentifikasi. Sedangkan teknik kromatografi lapis tipis berdasarkan cepat
rambat suatu noda dengan lapisan tipis.
b.
Prinsip
dasar dari kromatografi yaitu memisahkan suatu zat berdasarkan atas distribusi
sampel di antara dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam.
2.
Saran
Praktikan
seharusnya lebih berhati-hati, cermat, dan tidak ceroboh dalam melaksanakan
percobaan agar mendapat hasil yang baik dan menghindari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Denikrisna. 2010. Kromatografi.
denikrisna. wordpress.com/category/bakul/ kromatografi/. Diakses pada 25
April 2012.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Bandung .
Ismiarni. 2010. Kromatografi
(Dasar). alamlearning.blogspot.com/search/label/ chromatography. Diakses
pada 25 April 2012.
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tim Dosen Kimia Organik. 2012. Penuntun Kimia Organik I. Makassar:
Laboratorium FMIPA UNM.
LAMPIRAN
Pertanyaan:
1.
Sarankan
suatu teknik penggunaan kromatografi lapis tipis untuk memperoleh senyawa murni
(preparatif)!
Jawaban:
a.
Menyiapkan niaga
dalam plat yang besar agar mudah ditotoli dan memberikannya penyerat (silika
gel).
b.
Membuat
lapisan preparatif sekitar 1-1,5 mm kemudian melakukan pengentalan dengan
menambahkan penyerat lebih banyak ke dalam lumpur dan mengeringkannya pada suhu
kamar sebelum diaktifkan pada suhu 1000 C selama 1 jam.
c.
Melakukan
penotolan dengan menyebarkan larutan cuplikan yang volumenya agak besar,
berbentuk pipa seragam yang tipis, lalu dikembangkan dengan apa saja yang
mempunyai titik didih 50-90o C.
d.
Mengukur
cuplikan dengan memasukkannya ke suatu dalam gelas preparat berukuran 20 cm
dengan tebal 1 cm.
e.
Sebelum
mengembangkan bejana harus dijenuhkan lalu untuk menampakkan noda dengan
menempelkan selolin pada pita cuplikan kemudian hasilnya dipakai untuk
menentukan pita pada lapisan.
f.
Pita
penjerat diharapkan mengandung komponen campuran murni yang kemudian dikerok
dari plat kaca dengan spatula, silet atau pengaduk karat pipih biasanya
ditampung dengan kertas lilin atau lembaran logam tipis.
A.
JUDUL
PERCOBAAN
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
B.
TUJUAN
PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa harus mengerti
mengenai:
1.
Teknik-teknik
dasar kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis.
2.
Prinsip
dasar dari kromatografi.
C.
LANDASAN
TEORI
Kromatografi
adalah prinsip pemisahan campuran senyawa atas komponen-komponen berdasarkan
perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen di antara dua fasa yaitu
fasa diam dan fasa gerak. Perbedaan kecepatan perpindahan tersebut dapat
disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing komponen untuk diserap
(adsorpsi) atau perbedaan distribusi di antara dua fasa yang tidak bercampur
(partisi). (Tim Dosen Kimia Organik, 2012: 39).
Fase diam (stationary phase) merupakan salah satu
komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena adanya
interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan
terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam dapat berupa bahan atau porous
(berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapisi pada
padatan pendukung (Denikrisna, 2010).
Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit
dapat bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini
tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya
dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap (volatile) (Denikrisna,
2010).
Dalam proses
kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan sebagai berikut; (a)
kecenderungan molekul-molekul komponen
untuk melarut dalam cairan; (b) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk
melekat pada permukaan padatan halus (adsorpsi=penyerapan); (c) kecenderungan
molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara kimia (penukar ion). Komponen
yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus mempunyai kemampuan
untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara melarut di dalamnya,
teradsorpsi, atau bereaksi secara kimia (penukar ion). Pemisahan terjadi
berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil
pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif), penetapan kadar
(analisis kuantitatif), dan pemurnian suatu senyawa (pekerjaan preparatif)
(Soebagio, 2000:54).
Kromatografi
kolom adalah merupakan pilihan yang baik jika ingin memisahkan campuran senyawa
yang masih dalam bentuk ekstrak. Alasannya adalah lebih murah dan tidak memakan
waktu yang lama. Hasil dari pemisahan menggunakan kolom kromatografi ini bisa berupa fraksi-fraksi yang masih
berupa campuran, dan bisa juga menghasilkan senyawa yang telah murni. Kadang
kala hanya dengan menggunakan kolom kromatografi, target pemisahan campuran
telah berhasil dilakukan tapi akan mengalami kesulitan jika campuran yang akan
dipisahkan itu jumlahnya sedikit, karena ada kecenderungan campuran tersebut
akan tertinggal pada fase diam (Ismiarni, 2010).
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) pada dasarnya sangat mirip dengan kromatografi kertas,
terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media
pemisahnya, yakni diguankannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada
papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis
adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. (Soebagio,
2000:85).
Teknik KLT
dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schaiber. Adsorbent dilapiskan pada
lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan
merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga
sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan
dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali
senyawa-senyawa yang terpisahkan. (Khopkar, 2010: 164).
Biasanya
yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silica gel, tetapi
kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselguhr juga dapat digunakan.
Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji,
dispersi koloid plastik, silica terhidarsi. Untuk meratakan pengikat dan zat
pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia
kromatografi lapisan tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah
terlapisi, kromatotube dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus
terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2010:164).
Pada
identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan, pertama-tama yang harus kita tentukan dahulu golonannya, kemudian
barulah ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan
senyawa tersebut harus diperiksa dengan cermat, artinya senyawa harus membentuk
bercak tunggal dalam beberapa system KLT dan/atau KKt. Golongan senyawa
biasanya dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf,
dan ciri spektrum UV. Identifikasi lengkap dalam golongan senyawa bergantung
pada pengukuran sifat atau cirri lain, yang kemudian dibandingkan dengan data
dalam pustaka. (Harborne, 1987:20).
Deteksi noda
KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas karena dapat
digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerapkali, noda tidak berwarna
atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan dengan
cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi
dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan
membentuk warna-warna tertentu. (Soebagio, 2000:87).
D.
ALAT DAN
BAHAN
1.
Alat
a.
Kolom vakum
b.
Botol
Chember
c.
Pipet tetes
d.
Corong biasa
e.
Pipa kapiler
f.
Botol vial
g.
Gelas kimia
h.
Cawan
porselin
i.
Batang
pengaduk
j.
Spatula
k.
Mistar
l.
Pensil
m.
Masker
n.
Kasa dan
kaki tiga
o.
Cutter
p.
Bunsen dan
korek gas
2.
Bahan
a.
Silica gel
b.
Kristal iod
c.
Kloroform
d.
Plat KLT
e.
Metanol
f.
Aquades (H2O)
g.
Sampel/ekstrak
E.
CARA KERJA
1.
Mencuci
peralatan yang digunakan dan mengeringkannya. Botol vial, kolom flash, dan
gelas kimia dikeringkan di dalam oven.
2.
Menimbang
cawan poeselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.
3.
Melakukan
impregnasi sampel dan silica dengan perbandingan 1:3.
4.
Memasang
alat yang digunakan untuk kromatografi kolom dengan baik.
5.
Memasukkan
kloroform ke dalam kolom kemudian memasukkan silica gel kemudian kloroform,
silica gel dan kloroform hingga masing-masing mencapai tinggi 4 cm. Penambahan
dilakukan sedikit demi sedikit dan mengusahakan kloroform berada di atas.
6.
Melarutkan
hasil impregnasi ke dalam methanol beberapa tetes kemudian memasukkannya ke
dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.
7.
Memperhatikan
proses yang terjadi di dalam kolom. Setelah kolom dibuka, menampung
fraksi-fraksi yang keluar dari kolom dan memisahkan fraksi setelah mencapai 20
mL. Fraksi diberi nama I, II, III, dan seterusnya.
8.
Menambahkan
metanol ke dalam kolom dan mengaduknya hingga rata.
9.
Menampung
fraksi-fraksi dan memperhatikan proses di dalam kolom hingga larutan di dalam
kolom habis.
10. Menyiapkan
plat KLT dengan menarik garis lurus dari kiri ke kanan dengan batas bawah 1 cm
dan bagian atas juga 1 cm, kemudian memberi titik-titik dengan jarak 1 cm.
11. Membakar
ujung-ujung pipa kapiler untuk mendapatkan lubang yang sangat kecil.
12. Menotolkan
tiap fraksi ke satu titik pada plat KLT dan memberinya nama, kemudian
mengeringkannya.
13. Memasukkan
kloroform ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan
fraksi-fraksi, tidak melebihi batas atas pelarut.
14. Mengeringkan
plat KLT kemudian memasukkannya ke dalam gelas kimia yang berisi kristal iod,
menutup dengan aluminium foil dan memanaskannya hingga mengeluarkan asap.
15. Mendinginkan
dan membersihkan plat KLT hingga noda tampak jelas, kemudian menghitung nilai
Rf.
F.
HASIL
PENGAMATAN
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Menimbang
cawan porselin, gelas kimia, ekstrak, dan silica gel.
Impreknasi
sampel dan silica gel perbandingan 1:3
Fase gerak
kloroform
Fase gerak
metanol
Memasukkan
metanol ke dalam botol Chember dan memasukkan plat KLT yang telah ditotolkan
fraksi-fraksi.
Memasukkan
plat KLT ke dalam gelas kimia yang berisi Kristal iod, menutup dan
memanaskannya.
Rf =
|
Cawan
porselin = 38,1 g
Ekstrak = 0,3
g
Gelas
kimia = 43,0 g
Silica gel
= 0,9 g
-
Sebelum
dicampur
Warna
silica gel = putih
Warna
ekstrak = hitam
-
Setelah
dicampur
Warna
silica dan ekstrak: hijau
Menghasilkan
4 fraksi
Fraksi
(1): bening
Fraksi
(2): keruh kehijauan
Fraksi
(3): bening kekuningan
Fraksi
(4): bening kekuningan
Menghasilakan
3 fraksi
Fraksi
(1): hitam kehijauan
Fraksi
(2): hijau kekuningan
Fraksi
(3): kuning kecoklatan
Tampak
pergerakan noda
Terlihat
uap iodine dan terlihat adanya penampakan noda.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
G.
ANALISIS
DATA
Diketahui: jarak pelarut = 4,0 cm
Jarak noda1
= 2,8 cm
Jarak noda2
= 2,6 cm
Jarak noda3
= 2,0 cm
Jarak noda4
= 1,7 cm
Jarak noda5
= 2,7 cm
Jarak noda6
= 2,0 cm
Jarak noda7
= 1,5 cm
Ditanyakan:
Rf = ……..?
Penyelesaian:
H.
PEMBAHASAN
Penimbangan
cawan porselin dan gelas kimia dilakukan di awal percobaan kromatografi ini
untuk mengetahui massa ekstrak dan silica gel. Caranya, ekstrak dimasukkan
dalam cawan porselin dan ditimbang, hasilnya dikurangi massa cawan porselin,
itulah massa ekstrak. Cara yang sama dilakukan pada silica gel yang ditempatkan
pada gelas kimia.
Fase diam
pada kromatografi kolom adalah silica gel dan fase geraknya adalah hasil impregnasi
antara ekstrak dan silica gel. Perbandingan antara ekstrak dan silica gel
adalah 1:3. Hasil impregnasi ini kemudian dilarutkan dengan sedikit metanol
agar mudah diidentifikasi. Sebelum dicampur, silika berwarna putih dan ekstrak
berwarna hitam. Setelah dicampur, warnanya menjadi hijau. Silika gel digunakan
sebagai fase diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi
dengan senyawa-senyawa organic pada kolom. Ekstrak dan metanol merupakan
senyawa organik polar yang akan diidentifikasi penyusun dan warnanya.
Ketika kolom
tidak ditambahkan metanol, ekstrak membutuhkan waktu lama untuk menuruni kolom
(proses fraksinasi lama), tetapi ketika ditambahkan metanol komponen-komponen
ekstrak sangat sangat cepat menuruni kolom. Hal ini terjadi karena perbedaan
kepolaran antara metanol dan kloroform, dimana metanol lebih polar daripada
kloroform sehingga metanol mempunyai kemampuan berikatan lebih besar dengan
ekstrak. Ini berarti kloroform harus dijerap secara kuat pada silika gel
dibandingkan dengan metanol sehingga metanol lebih dahulu menuruni kolom. Fase
gerak kloroform menghasilkan 4 fraksi. Fraksi pertama berwarna kuning, kedua
berwarna keruh kehijauan, ketiga berwarna bening kekuningan, dan keempat warna
bening kekuningan. Sedangkan pada fase gerak metanol menghasilkan 3 fraksi,
yaitu fraksi pertama berwarna hitam kehijauan, kedua hijau kekuningan, dan
ketiga kuning kecoklatan.
Pada
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan penotolan fraksi-fraksi pada plat KLT
dengan ukuran sekecil mungkin agar noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam.
Fraksi yang telah ditotolkan tersebut dimasukkan ke dalam botol Chember yang
berisi kloroform. Kloroform digunakan sebagai pelarut untuk mendeteksi noda
karena ketika senyawa organik dijerap oleh kloroform pada plat, untuk sementara
waktu proses penjerapan berhenti dimana semakin kuat senyawa dijerap, semakin
kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa organik dan metanol
mempunyai kepolaran yang hampir sama karena semakin dekat kepolaran antara sampel
dan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fasa gerak. KLT ini merupakan
salah satu kromatografi yang berdasarkan proses adsorpsi, dimana fase diamnya
adalah plat KLT yang ditotoli senyawa organic (fraksi) dan fase geraknya adalah
kloroform.
Plat KLT
yang telah dirambatkan dan dikeringkan nodanya, dimasukkan ke dalam gelas kimia
dan dipanaskan. Gelas kimia tersebut berisi Kristal iod, dan ketika Kristal iod
menghasilakn uap, pemanasan dihentikan untuk menghindari uap yang sangat banyak yang dapat merusak warna noda (noda
tidak terlalu jelas karena uap iod terlalu jenuh). Kristal iod tersebut
digunakan untuk mengidentifikasi warna noda pada plat karena uap Kristal iod
bereaksi dengan komponen yang terpisahkan dan terlihat seperti noda-noda kecoklatan.
Pada percobaan yang telah dilakukan, terjadi kesalahan pada percobaan karena
pemanasan yang terlalu lama sehingga noda tidak terlihat pada percobaan plat
KLT pertama yang mengidentifikasi warna noda pada fraksi 1, 2, 3, dan 4. Oleh
sebab itu, proses KLT tersebut diulangi sehingga didapatkan Rf dari tiap-tiap
noda, yaitu dari noda 1 sampai 7 masing-masing secara berturut-turut adalah
0,7; 0,65; 0,5; 0,43; 0,67; 0,5; dan 0,37.
I.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Teknik
kromatografi kolom berdasarkan terapan atau adsorpsi jenis fasa yang digunakan,
dimana fasa diam berupa adsorben yang tidak boleh larut dalam fasa gerak dengan
menggunakan kolom dengan penambahan fasa gerak, ditampung, dipisahkan, dan
diidentifikasi. Sedangkan teknik kromatografi lapis tipis berdasarkan cepat
rambat suatu noda dengan lapisan tipis.
b.
Prinsip
dasar dari kromatografi yaitu memisahkan suatu zat berdasarkan atas distribusi
sampel di antara dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam.
2.
Saran
Praktikan
seharusnya lebih berhati-hati, cermat, dan tidak ceroboh dalam melaksanakan
percobaan agar mendapat hasil yang baik dan menghindari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Denikrisna. 2010. Kromatografi.
denikrisna. wordpress.com/category/bakul/ kromatografi/. Diakses pada 25
April 2012.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Bandung .
Ismiarni. 2010. Kromatografi
(Dasar). alamlearning.blogspot.com/search/label/ chromatography. Diakses
pada 25 April 2012.
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tim Dosen Kimia Organik. 2012. Penuntun Kimia Organik I. Makassar:
Laboratorium FMIPA UNM.
LAMPIRAN
Pertanyaan:
1.
Sarankan
suatu teknik penggunaan kromatografi lapis tipis untuk memperoleh senyawa murni
(preparatif)!
Jawaban:
a.
Menyiapkan niaga
dalam plat yang besar agar mudah ditotoli dan memberikannya penyerat (silika
gel).
b.
Membuat
lapisan preparatif sekitar 1-1,5 mm kemudian melakukan pengentalan dengan
menambahkan penyerat lebih banyak ke dalam lumpur dan mengeringkannya pada suhu
kamar sebelum diaktifkan pada suhu 1000 C selama 1 jam.
c.
Melakukan
penotolan dengan menyebarkan larutan cuplikan yang volumenya agak besar,
berbentuk pipa seragam yang tipis, lalu dikembangkan dengan apa saja yang
mempunyai titik didih 50-90o C.
d.
Mengukur
cuplikan dengan memasukkannya ke suatu dalam gelas preparat berukuran 20 cm
dengan tebal 1 cm.
e.
Sebelum
mengembangkan bejana harus dijenuhkan lalu untuk menampakkan noda dengan
menempelkan selolin pada pita cuplikan kemudian hasilnya dipakai untuk
menentukan pita pada lapisan.
f.
Pita
penjerat diharapkan mengandung komponen campuran murni yang kemudian dikerok
dari plat kaca dengan spatula, silet atau pengaduk karat pipih biasanya
ditampung dengan kertas lilin atau lembaran logam tipis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar